Perjuangan Titik Darah Penghabisan Rakyat Bali

  1. Latar Belakang

Bali yang pada saat itu dipimpin oleh Raja Dewa Agung Putra, berdasarkan perjanjiannya dengan Belanda pada tahun 1841, dinyatakan sebagai negeri yang bebas dari pengaruh kekuasaan Belanda (Kupernement). Namun, ada hak Kerajaan Bali yang sangat tidak disukai oleh Belanda, yaitu Hak Tawan Karang.

Hak tersebut menyatakan bahwa kerajaan Bali memiliki hak untuk merampas dan memiliki kapal yang terdampar di pantai karang beserta isinya, termasuk para penumpang kapal tersebut. Melalui hak tersebut, Kerajaan Buleleng pernah merampas kapal Belanda. Belanda menuntut agar kapalnya dikembalikan, tetapi raja Buleleng menolaknya.

  1. Kronologi Perang

Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

zzz

Pada tahun 1846, Belanda mengirim pasukan sebanyak 1.700 orang. Namun, serangannya dapat ditangkis oleh rakyat Buleleng.
Penolakan tersebut dijadi kan alasan oleh Belanda untuk menyerang Kerajaan Buleleng.

Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng, dibantu oleh para pejuang Karangasem, dan Klungkung melawan Belanda. Selama 2 hari Para Pemimpin, Prajurit, dan Rakyat Buleleng bertempur mati-matian. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibukota Singaraja dikuasai Belanda. Belanda terus mendesak dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:

  • Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
  • Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
  • Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Raja dan para Pejuang pura-pura menerima isi perjanjian itu. Di Jagaraga dibangun banteng pertahanan yangkuat bagaikan gelar-supit urang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar di pantai Kusumba Klungkung, tetap di rampas oleh Kerajaan. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karang asem mematuhi dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.

Raja—raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Dan, Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng mengbangkang dan Patih I Gusti Ketut Jelantik terus memerkuat pasukannya. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap banteng Jagaraga dimulai. Namun, pasukan Buleleng dibawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu istrinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan gelar-supit urang. Sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Pada April 1849, telah datang kesatuan serdadu Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. 15 April 1849, smeua kekuatan Belanda dikerahkan. 16 April 1849, semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Raja Buleleng diikuti I Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem tetapi mereka tertangkap dan terbunuh.

  1. Akhir Perang

Dengan gugurnya Patih Jelantik maka berhenti pulalah perlawanan Jagaraga terhadap pasukan Belanda. Dalam serangan ini, dengan mengadakan pertempuran selama sehari, Belanda telah berhasil memukul hancur pusat pertahanan dari laskar Jagaraga, sehingga secara politis benteng Jagaraga secara keseluruhan telah jatuh ke tangan pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 19 April 1849, Dan mulai saat itulah Belanda menguasai seluruh Bali Utara. Jatuhnya Benteng Jagaraga memengaruhi raja-raja yang lain untuk bersikap lemah. Pada tanggal 20 September 1906, Belanda menyerang Kerajaan Badung yang masih menggunakan Hak Tawan Karang. Keluarga kerajaan menyambut kedatangan Belanda dengan Perang Puputan, yaitu perang sampai tetes darah penghabisan.

Akhirnya pada awal abad ke-20, seluruh Kerajaan Bali dapat ditundukkan oleh Belanda.
Daftar Pustaka :

 

Leave a comment