Perjalanan Organisasi Buruh di Indonesia

hehehe

PENDAHULUAN

   Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) adalah federasi serikat buruh permanen yang pertama kali dibentuk di Indonesia yang berpusat di DI Yogyakarta. Didirikan pada 29 November 1946, SOBSI terlibat aktif dalam revolusi kemerdekaan Indonesia dan merupakan serikat buruh terbesar di negara tersebut selama keberadaannya. Anggota organisasi berjumlah 2.732.909 (1960). Organisasi ini terkait erat dengan Partai Komunis Indonesia, dan keberadaannya menjadi terlarang setelah masa Orde Baru. Akhirnya organisasi ini dibubarkan pada tahun 1966.

SEJARAH

  1. Pendirian

SOBSI didirikan di Jakarta pada tanggal 29 November 1946, setelah Perang Dunia Kedua. SOBSI mengadakan kongres nasional pertamanya di Malang 16-18 Mei 1947. Sebuah konstitusi organisasi yang menmberitahukan para pekerja untuk bersatu dan berjuang untuk menciptakan sebuah masyarakat yang sosialis.

Sekitar 600-800 orang berpartisipasi dalam kongre Mslsng. Sebagian besar berasal dari Jawa. Salah satu orang yang mewakili Uni Demokrasi Indonesia dari Timor Barat. Tamu asing di kongreas Malang termasuk dua warga Australia, dua anggota serikat buruh Belanda, wakil ketua Federasi Serikat Pekerja Dunia, Yugoslavia, Perancis, dan Federasi Serikat Pekerja Dunia.

Pimpinan puncak organisasi yang baru terdiri dari Harjono sebagai ketua, wakil ketua Setiadjit (ketua Panitia Buruh Indonesia dan Wakil Perdana Materi kedua di Kabinet Sjarifuddin) dan Sekretaris Jendral Njono.

Kongres Malang mendapat perhatian yang signifikan dari pers Belanda, baik di Belanda dan di Batavia. Pers Belanda berpendapat bahwa kongres SOBSI menunjukan pengaruh komunis yang kuat dalam gerakan buruh di Indonesia.

  1. Peristiwa Madiun

wmkwkwkwk

Hingga Peristiwa Madiun, pemberontakan komunis pada September 1948, SOBSI adalah kekuatan serikat buruh yang relevan di negara ini.  Ketika pemberontakan pecah di Kota Madiun, beberapa pemimpin komunis SOBSI bergerak di bawah tanah. Banyak pemimpin SOBSI dibunuh atau pergi ke pengasingan ketika pemberontakan kemudian hancur. Ketua SOBSI Harjono dan ketua Sarbupri Maruto Darusman dipenjarakan setelah pemberontakan dan dibunuh oleh tentara Indonesia pada Desember 1948. Kegiatan operasional SOBSI ditutup oleh tentara. Sembilan belas dari 34 serikat pekerja afiliasi menarik diri dari SOBSI sebagai protes terhadap peran yang dimainkan oleh para pemimpin komunis dalam pemberontakan. Namun SOBSI tidak secara resmi dilarang, sebagai organisasi tidak begitu saja mendukung pemberontakan.

NAMA-NAMA ORGANISASI BURUH

  1. 1. Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI)
    Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Reformasi (SPSI Reformasi)
    3. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
    4. Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI)
    5. Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi)
    6. Persaudaraan Pekerja Muslimin Indonesia (PPMI)
    7. Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo)
    8. Federasi Organisasi Pekerja Keuangan dan Perbankan Indonesia (FOKUBA)
    9. Kesatuan Buruh Merhaen (KBM)
    10. Kesatuan Pekerja Nasional Indonesia (KPNI)
    11. Kesatuan Buruh Kebangsaan Indonesia (KBKI)
    12. Asosiasi Karyawan Pendidikan Swasta (Asokadikta)
    13. Gabungan Serikat Buruh Industri Indonesia (Gasbiindo)
    14. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK-Indonesia)
    15. Serikat Pekerja Keadilan (SPK)
    16. Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI)
    17. Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI)
    18. Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI)
    19. Federasi Serikat Pekerja BUMN
    20. Serikat Buruh Merdeka Setiakawan
    21. Serikat Pekerja Nasional Indonesia
    22. Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP.TSK)
    23. Gabungan Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (GOSBI)
    24. Asosiasi Karyawan Pendidikan Nasional (ASOKADIKNA)
    25. Federasi SP Penegak Keadilan Kesejahteraan dan Persatuan (SPKP)
    26. Federasi SP Rakyat Indonesia (SPRI)
    27. Federasi Kimia Energi Pertambangan (KEP)
    28. Solidaritas Buruh Maritim dan Nelayan Indonesia (SBMNI)
    29. Federasi SP Indonesia (SPI)
    30. Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI)
    31. Federasi Gabungan Serikat Pekerja Mandiri (GSBM)
    32. Federasi Perserikatan Buruh Independen (FBI)
    33. Federasi Serikat Buruh Perjuangan (FSBP)
    34. Federasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
    35. Federasi Gabungan Serikat Pekerja PT Rajawali Nusantara Indonesia (GSPRNI)
    36. Federasi Farkes Reformasi
    37. Federasi SPM (hotel, restoran, plaza, apartemen, katering dan pariwisata) Indonesia
    38. Gaspermindo Baru
    39. Gabungan Serikat Buruh Indonesia 2000 (DPP GSBI 2000)
    40. Federasi SP Kahutindo
    41. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (SP PAR)
    42. Federasi Serikat Pekerja Percetakan, Penerbitan dan Media Informasi
    43. Federasi SP Pertanian dan Perkebunan
    44. Federasi Serikat Pekerja Bangunan dan Pekerjaan Umum (SP BPU)
    45. Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi
    46. Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan
    47. Federasi Serikat Pekerja Angkutan Darat, Danau, Feri, Sungai dan Telekomunikasi Indonesia (SP ADFES)
    48. Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (DPP FSP LEM)
    49. Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman
    50. Federasi Serikat Pekerja Kependidikan Seluruh Indonesia (DPP F. SPKSI)
    51. Federasi Serikat Pekerja TSK SPSI
    52. Federasi Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan (F.SP KAHUT)
    53. Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (F.SP TI)
    54. Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (F.SP.KEP)
    55. Federasi Serikat Pekerja Kewartawanan Indonesia (F.SP.PEWARTA)
    56. Federasi Serikat Pekerja Maritim Indonesia (F.SP.MI)
    57. Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI)
    58. Federasi Serikat Pekerja Tenagakerja di Luar Negeri (F.SP.TKI LN)
    59. Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU)
    60. Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN)
    61. Gerakan Buruh Marhaenis
    62. Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI)
    63. Serikat Pekerja Islam (SERPI)
    64. Federasi Buruh Indonesia (FBI)
    65. Kesatuan Buruh Nasional Indonesia (KBNI)
    66. SB Transportasi Perjuangan Indonesia
    67. Persatuan Pekerja Informal Seluruh Indonesia
    68. Kongres Buruh Islam (KOSBI)
    69. SP Sektor Informal Mandiri Seluruh Indonesia (SP-SIMSI)
    70. Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi
    71. Serikat Pekerja Percetakan, Penerbit dan Media Informasi

 

 

 Daftar Pustaka: 

http://logistikind.blogspot.co.id/2016/12/nama-nama-beberapa-organisasi-buruh-di.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Sentral_Organisasi_Buruh_Seluruh_Indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Awal Mula Pendidikan Nasional Indonesia : Taman Siswa

 

logo.png

Pendahuluan      

            Taman Siswa adalah nama sekolah yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta .Pada awalnya, sekolah Taman Siswa ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa”, yang merupakan realisasi gagasan beliau bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, dan mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di seluruh Indonesia.

 

Tujuan Taman Siswa

  1. Sebagai yang dinyatalan dalam “keterangan Azas Taman Siswa 1922″ pasal 1, tujuan Taman siswa sebagai lembaga pendidkan dan kebudayaan ialah terwujudnya masyarakat tertib dan damai.
  2. Tertib yang sebenarnya itu tidak akan ada  jika tidak ada damai. Dan, damai antara manusia itu hanya mungkin ada dalam keadilan sosial sebagai wujud berlakunya kedaulatan adab kemanusiaan yang menghilangkan segala rintangan oleh manusia terhadap sesamanya dalam syarat-syarat hidupnya serta menjamin terbaginya sarat hidup lahir dan batin secara sama rata, sama rasa.

Sejarah Taman Siswa
hehe

 Pada permulaan abad ke-20 perhatian rakyat Indonesia terhadap pendidikan sangat besar, hingga Departemen Pengajaran tidak dapat mengatasinya. Hal ini terjadi karena bayaknya orang yang ingin bersekolah, namun kapasitas sekolah yang tidak memungkinkan, sementara itu, sekolah yang didirikan oleh Hindia Belanda tidak membuat rakyat merasa puas. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan Barat yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda terlalu intelektualistik dan materialistik, sehingga tidak dapat menjawab kebutuhan bangsa. Diberinya kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk memasuki sekolah bumiputra yang kelak menjadi HIS, juga tidak memberi harapan yang diinginkan. Lulusan HIS dinilai tidak bermutu sebab yang diterapkan adalah sistem Eropa. Hasil pendidikan dengan sistem tersebut melahirkan anak-anak yang bertabiat kasar, kurang memiliki rasa kemanusiaan sehingga tumbuh rasa individualisme.

            Akhirnya pada tanggal 3 Juli 1922 berdirilah Taman Siswa oleh Ki Hajar Dewantara. Taman berarti tempat bermain atau tempat belajar, dan Siswa berarti murid. Ketika pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa“. Hal ini, bertujuan agar sistem pendidikan karakteristik pendidikan nasional yang berdasarkan budaya bangsa Indonesia dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. Taman siswa didirikan dengan tujuan mendobrak sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan nasional bercirikan kebudayaan asli Indonesia.

Pendirian Taman Siswa menimbulkan berbagai kritik, baik dari kalangan bangsa Indonesia maupun dari pemerintah kolonial. Sampai Pemerintah Kolonial Belanda mengeluaran berbagai aturan untuk membatasi pergerakan Taman Siswa ini, seperti dikenai pajak rumah tangga dan larangan mengajar bagi guru-guru yang terlibat Partai Politik.

Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.

Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.

Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

Azas Taman Siswa

  1. Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikkingrecht) dengan mengingati tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum (maatschappeliyke saamhoorigheid).
  2. Pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menjadikan manusia yang merdeka.
  3. Pendidikan hendaknya didasarkan atas keadaan dan budaya Indonesia.
  4. Pendidikan diberika kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
  5. Untuk mencapai azas kemerdekaan maka kita harus bekerja sesuai kemampuan diri sendiri.
  6. Oleh karena itu kita harus bersandar pada kekuatan diri sendiri.
  7. Pamong hendaklah mendidik anak dengan sepenuh hati, tulus , ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan. (Bagi Ki Hadjar Dewantara, guru adalah pamong)

 

Prinsip Dasar Taman Siswa

Ki Hajar Dewantara

Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan Taman Siswa yang menjadi pedoman bagi seorang guru dikenal sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Suwardi setelah ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori (Italia) dan Rabindranath Tagore (India/Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa) yaitu:

  • ing ngarsa sung tulada (ꦲꦶꦁꦔꦂꦱ​ꦱꦸꦁ​ꦠꦸꦭ​ꦝ ” (yang) di depan memberi teladan”),
  • ing madya mangun karsa (ꦲꦶꦁꦩ​ꦢꦾ​ꦩꦔꦸꦤ꧀ꦏꦂꦱ​, “(yang) di tengah membangun kemauan/inisiatif”),
  • tut wuri handayani (ꦠꦸꦠ꧀ꦮꦸꦫꦶꦲ​ꦤ꧀ꦢ​ꦪ​ꦤꦶ, “dari belakang mendukung”).

 

Ilmu dan Cara Hidup Taman Siswa

  1. Cita-cita Manusia Salam Bahagia, Dunia Tertib Damai
  2. Kemerdekaan Diri
  3. Demokrasi dengan Hikmah Kebijaksanaan Pimpinan
  4. Kultus Individu Dilarang Dalam Taman Siswa
  5. Sistem Among ( Tut Wuri Handayani)
  6. Merdeka (Sanggup dan Mampu berdiri sendiri)
  7. Zelfbedruipingssysteem (Sistem Pemadam Diri)
  8. Hidup Hemat dan Sederhana
  9. Kekeluargaan, Salam Bahagia, Adil Makmur
  10. Taman Siswa tak mengenal hubungan Buruh dan Majikan
  11. Kembalilah kepada Asalmu
  12. Kebangsaan dan Kemanusiaan
  13. Kebangsaan dan Persatuan serta Kesatuan Nasional
  14. Kebangsaan dan Kerakyatan
  15. Teori Trikon (Koninuitas, Konsentrisitas, Konpergensi)

Sekilas Pendiri Taman Siswa

  • Nama Pendiri :
    Ki Hajar Dewantara
    Nama Asli:
    Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
    Lahir:
    Yogyakarta, 2 Mei 1889
    Wafat:
    Yogyakarta, 28 April 1959

 

  • Pendidikan:
    * Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
    * STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tidak tamat
    * Europeesche Akte, Belanda
    * Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957

 

  • Karir:
    * Wartawan Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara
    * Pendiri Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922
    * Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.
  • Organisasi:
    Boedi Oetomo 1908
    Pendiri Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) 25 Desember 1912

 

  • Penghargaan:
    Bapak Pendidikan Nasional, hari kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional
    Pahlawan Pergerakan Nasional (surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959)

 

Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 28 April 1959 dan dimakamkan di sana.

Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Asas Pancadharma Taman Siswa

Peran guru sebagai pamong, diadaptasi oleh Ki Hadjar Dewantara selaku pendiri perguruan Tamansiswa dengan sistem pendidikan “among” dengan azas Panca Dharma Tamansiswa. Ajaran filosofi Panca Dharma Tamansiswa ini terdiri dari azas Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan dan Kemanusiaan.

  • Kodrat Alam

Di hadapan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia menempatkan dirinya sebagai makhluk, yang pada hakikatnya adalah satu dengan alam semesta. Sebagai makhluk, ada penyerahan hidup pada hukum-hukum Tuhan, yang disampaikan lewat pesan-pesan dan ajaran moral agama dalam berbagai kepercayaan. Hukum-hukum Tuhan itu juga hadir dalam siklus alam. Karenanya, kebahagiaan akan diperoleh jika manusia menyelaraskan diri dengan kodrat alam.

  • Kemerdekaan

Kemerdekaan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia berupa hak untuk mengatur hidupnya sendiri, dengan mengindahkan syarat tata tertib hidup bermasyarakat. Kemerdekaan diri harus diartikan sebagai swadisiplin atas dasar nilai hidup yang luhur, sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.  Swadisiplin mengandung pengertian kesediaan  diri sendiri mematuhi tata tertib, norma yang disepakati dalam aturan tertulis dan tidak tertulis dilandasi kesadaran pentingnya keteraturan dan saling menghormati  hidup bermasyarakat.

Kedisiplinan yang tidak didasari kesadaran dan pemahaman atas tujuan dibuatnya aturan, kadang melahirkan kedisiplinan yang semu. Disiplin jika dinilai, diperhatikan. Memang dalam rangka mendidik, tak hanya penegakan aturan, namun penghargaan juga dapat diberikan pada mereka yang mentaati aturan.

  • Kebudayaan

Pendidikan harus menjadi sarana untuk memelihara nilai dan bentuk kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional ini diarahkan bagi kemajuan dan kepentingan hidup rakyat lahir dn batin sesuai dengan perkembangan alam dan zamannya. Globalisasi tak dapat dibendung. Kebudayan bukanlah penjara yang mengurung generasi dalam pola pikir yang sama seperti leluhurnya. Justru dengan bekal pemahaman akan nilai budaya nenek moyang inilah, generasi bangsa dapat memaknai nilai-nilai luhur budaya yang membentuk identitas diri dan lingkungannya.

  • Kebangsaan

Sebagian ahli mendefinisikan bangsa sebagai sekumpulan komunitas yang terikat oleh rasa persatuan karena persamaan nasib perjalanan sejarah di masa lampau, dan memiliki cita-cita di masa depan. Rasa satu bangsa ini menggerakkan semangat untuk memberikan pencapaian terbaik bagi bangsa dan negaranya. Kebangsaan yang diejawantahkan dalam patriotisme dan nasionalisme ini tidak boleh dipertentangkan dengan kemanusiaan, sehingga dalam mencapai kejayaan bangsa dan negara tidak mengandung permusuhan dengan bangsa lain.

  • Kemanusiaan

Darma manusia berasal dari keluhuran akal budinya. Keluhuran akal budi akan melahirkan rasa dan laku cinta terhadap sesama manusia dan seluruh makhluk Tuhan.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya, yang meliputi jiwa, yaitu cipta, karsa dan karya secara seimbang. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka, akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Pendidikan saat ini lebih mengembangkan daya cipta, kurang memperhatikan olah rasa dan karsa. Untuk menjembatani keseimbangan pengembangan daya ini, di perguruan Tamansiswa, pendidikan seni diberikan seiring dengan pendidikan akademis. Pendidikan seni bertujuan membentuk kepribadian siswa dan pengembangan diri, baik kognitif, afektif (olah rasa) dan psikomotorik (keterampilan).

 

Daftar Pustaka :

P.M. Laksono, dkk. 2016. Antropologi Pendidikan. Aneh : Biasanya Tidak Apa-Apa. Yogyakarta:  Kepel Press.

https://www.merdeka.com/pendidikan/mengenal-taman-siswa-pendidikan-nasional-pertama-di-indonesia.html

http://asiswanto.net/?page_id=1199

https://rismadumasarii.wordpress.com/2013/09/22/asaa-tamansiswa-1922/

https://amintamansiswa.wordpress.com/category/tamansiswa/

Majelis Luhur Taman Siswa, 1976, Pendidikan dan Pembangunan : 50 tahun Taman Siswa. Yogyakarta

 

Perlawanan Rakyat Kalimantan terhadap Belanda dalam Perang Banjar

  1. Pendahuluan

Perang Banjar, perang ini terjadi di wilayah Kalimantan Selatan, Kerajaan Banjar.

Perang ini berlangsung hampir setengah abad lamanya. Jika, dilihat coraknya, perlawanan dapat dibedakan antara perlawanan ofensif yang berlangsung dalam waktu relative pendek (1859-1863), dan perlawanan defensive yang mengisi seluruh perjuangan selanjutnya (1863-1905).

Perlawanan ini meletas pada tahun 1859 karena rakyat di Banjar tidak senang dengan pengangkatan Pangeran Tamjidillah karena persoalan pajak dan kerja wajib semakin berat. Karena, pajak dapat menyebabkan menyempitnya daerah kekuasaan.

Penyempitan daerah Banjar, berpangkal pada adanya hasil tertentu di daerah Kesultanan yang dapat diperdagangkan. Hasil tersebut adalah lada, rotan, damar, emas, dan intan. Hasil-hasil ini yang mengundang bangsa Belanda dan Inggris dating ketempat ini. Pada abad ke-17 bangsa Belanda datang untuk berdagang, akan tetapi bangsa Belanda diusir karena dapat merugikan pedagang banjar, dan begitupun bangsa Inggris.

Bangsa Inggris meninggalkan banjar pada dasawarsa ketiga abad ke-18. Pada abad ke-18 bangsa Belanda datang kembali dan berhasil mendekati Sutan Tahlilillah. Pada tahun 1734, diadakan suatu perjanjian dimana pedagang-pedagang Belanda diberikan fisilitas perdagangan.

Pada awalnya bangsa Belanda masih mematuhi aturan-aturan yang ada dikesultan, namun setelah setengah abad Belanda  memiliki kesempatan untuk berkembang, karena adanya pertentangan di kalangan para bangsawan mengenai kedudukan Sultan, yaitu antara Pangeran Nata dan Pangeran Amir. Untuk dapat mempertahankan kedudukannya, Pangeran Nata meminta bantuan kepada Belanda.

Kesempatan ini di manfaatkan dengan baik oleh Belanda. Dengan bantuan dari Belanda, akhirnya Pangeran Amir dapat ditangkap, kemudian dibuang ke Ceylon. Akan tetapi Pangeran Nata, sebagaimana disebutkan dalam perjanjian 13 Agustus 1787, harus menyerahkan sebagian wilayah kesultanan kepada Belanda seperti daerah Tanah Bumbu, Pegatan, Kutai, Bulongan, dan Kotawaringin. Sedangkan wilayah lainnya tetap dikuasai oleh Sultan namun sebagai pinjaman saja.

Berkenaan diperintahnya bekas daerah-daerah kuasaan Belanda oleh Inggris (1811-1816) maka daerah itu di kuasai oleh Inggris. Akan tetapi setelah inggris meninggalkan Banjarmasin tahun 1816, Sultan Sulaiman (1808-1825) megadakan perjanjian baru dengan Belanda pada tanggal 1 Januari 1817, yang isinya menyebutkan penyerahan daerah-daerah kesultan kepada Belanda. Daerah-daerah itu adalah Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mendawai, Kotawaringun, Lawai, Jelai, Pegatan, Pulau Laut, Pasir Kutai, dan Berau.

Semakin banyak kericuhan dan pertentangan yang dilakukan oleh bangsawan, maka semakin banyak perjanjian-perjaanjian baru yang muncul, hal ini meyebabkan daerah kekuasaan Belanda menjadi semakin luas.

Perjanjian yang dilakuakan antara Sultan Adam Alwakish Billah (1825-1857) dengan Belanda pada tanggal 4 Mei 1826 memberi kesempatan kepada Belanda untuk memperoleh daerah yang lebih luas lagi dan pemberian kekuasaan kepada Belanda untuk menentukan personalia dalam pengangkatan pejabat kesultanan.

Pada tahun 1845, Weddik diangkat sebagai Gubernur Banjarmasin oleh Belanda  guna menguatkan kedudukan Belanda di Banjarmasir agar tidak tegeser oleh Inggris. Lalu, Gubernur Weddik mengadakan perjanjian dengan Sultan untuk memperbaharui perjanjian 1826. Dalam perjanjian ini berisi ditetapkannya batas-batas kesultanan yang baru dan Belanda juga mendapatkan izin untuk mengerjakan tambang batu arang di distrik Riam.

Dilain pihak, campur tangan Belanda dalam urusan intern kesultanan, yaitu dalam pengangkatan penjabat-penjabat penting, termasuk jabartan Sultan, membuat kegelisahan social ini semakin besar. Dalam hal ini juga bukan hanya saja rakyat tetapi beberapa dari kalangan penguasa juga.

Rasa tidak senang dalam hal ini dimulai tahu  1851, yaitu ketika Mangkubumi meninggal dunia. Timbul perbedaan pendapat mengenai penggatinya. Sultan Adam menginginkan Prabu Anom (putranya yang ke-4), sedangkan Belanda tidak menyetujuinya dan kemudian yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah (putra dari kakak Prabu Anum). Sultan Adam tidak setuju Pangeran Tamjidillah karena beliau keturunan wanita bukan bangsawan dan sangat menghina agama islam.

Lepas dari masalah diatas, timbul masalah baru yaitu sehubung meninggalnya Sultan Muda Abdurrakman pada tahun 1852. Sultan Adam menghendaki pengangkatan Pangeran Hidayat sebagai Sultan Muda. Pengangkatan ini didasarkan dari perjanjian Sultan Adam dengan Pangeran Abdurrakman. Namun keinginan Sultan Adam tidak disetujui oleh Belanda karena, Belanda menilai bahwa Pangeran Hidayat tidak cakap, tidak pernah bergaul dengan Belanda, dan tidak pernah menolong Belanda dalam perdagangan. Belanda memaksa Sultan Adam untuk mencabut usulannya baik usulan Pangeran Hidayat maupun usulan Prabu Anum.

Dalam bulan Mei 1853 Sultan Adam mengirimkan utusan ke Jakarta untuk meminta agar Pangeran Tamjidillah yang sudah diangkat sebagai Mangkubumi dipecat dan Pangeran Hidayat diangkat sebagai Raja Muda dan Prabu Anom sebagai Mangkubumi. Namun, usaha ini tidak dikabulkan oleh Belanda.

Pada tahun 1855 secara diam-diam Sultan Adam melantik Prabu Anum sebagai Raja Muda dan membuat Surat Wasiat, yang boleh dibuka saat ia sudah meninggal. Surat wasiat ini menetapkan Pangeran Hidayat sebagai penggantinya saat ia sudah meninggal. Prabu Anom dan Pangeran Tamjidillah, akan diancam hukuman mati jika menghalang-halangi maksudnya. Dan ia akan memecat Pangeran Tamjidillah sebagai Mangkubumi.

Akan tetapi, pada bulan Mei 1856 datang surat Pangeran Tamjidillah diangkat Belanda sebagai Raja Muda dan Belanda memaksa Sultan Adam mengakui pengangkatan tersebut dan selanjutnya akan diangkat Mangkubumi yang baru. Pada bulan ini juga Sultan Adam mengajukan usul agar Pangeran Hidayat diangkat menjadi Mangkubumi sebagaiman juga dibutuhkan Belanda. Hal ini disetujui, dan pada bulan Agustus 1856 Pangeran Hidayat dilantik. Diajukannya Pangeran Hidayat memiliki siasat dari Sultan Adam guna mendinginkan hati rakyat yang menilai bahwa Prabu Anum dijadikan tawanan.

Tanggal 1 November 1857 Sultan Adam meninggal dunia. Dua hari kemudian Pangeran Tamjidillah dilantik menjadi Sultan. Pelantika Pangeran Tamjidillah menimbulkan kekecewaan dikalangan bangsawan dan dikalangan rakyat. Kekecewaan ini disebabkan oleh perilaku Pangeran Tamjidillah yang suka mabuk. Sedangkan Pangeran Hidayat adalah seorang yang sebenarnya berhak atas tahta, karena sebelum ia lahir telah dijanjikan oleh Sultan Sulaiman dan Sultan Adam untuk naik tahta dan Pangeran Hidayat mempunyai sifat yang baik, rendah hati, ramah-tamah dan terakhir, adanya surat wasiat yang dibuat oleh Sultan Adam bahwa dialah yang akan menggantikannya.

Kedudukan Pangeran Hidayat sejak diangkat menjadi Mangkubumi menjadi sulit, karena pendiriannya selalu bertentangan dengan Pangeran Tamjidillah. Pangeran Prabu Anom yang waktu itu dicurigai oleh Belanda dapat ditangkap Belanda dengan menggunakan pengaruh Pangeran Hidayat sebai Mangkubumi. Namun pembuangan Prabu Anom menimbulkan kekecewaan Pangeran Hidayat, karena menurut kesanggupan Residen BElanda banhwa Prabu Anom hanya akan ditahan di Banjarmasin.

Kekacauan ini dijadikan Belanda untuk mencapuru urusan dalam Kerajaan Banjarmasin. Datanglah Kolonel Andresen, utusan pemerintah Belanda di Batavia. Di Banjarmasin untuk meyelidiki dari dekat sebab-sebab kericuhan. Andresen kemudian berksesimpulan bahwa Pangeran tamjidillah yang tidak disenangi oleh rakyat. Sultan Tamjidillah kemudian diturunkan dari tahta dan kekuasaan Kerajaan Banjar,asin diambil alih oleh Belanda.

 

  1. Jalannya Perang

Perlawanan rakyat terhadap Belanda berkobar didaerah-daerah dipimpin oleh Pangeran Antarsari yang berhasil menghimpun pasukan sebanyak 3.000 orang dan menyerbu pos-pos Belanda pada tanggal 28 April 1859. Pada saat yang sama Kyai Demang Loman dengan pasukannya telah bergerak di sekitar Riam Kiwa dan mengancam benteng.

Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran terjadi juga di Benteng gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kyai Demang Leman. Karena kalah jumlah maka pasukan Kyai Demang Leman pun mengundurkan diri, tetepi rakyat masih aktif melakukan perang gerilya.

Sementara itu Tumenggung Surapati menyanggupi Belanda untuk menangkap pangeran Antasari, dan pada Desember 1859, ia dan anak buahnya berbalik menyerang belanda dan menenggelamkan kapalnya. Tapi setelah itu Tumenggung Surapati mendapat serangan dari Belanda. Tumenggung Jalil pun mendapat serangan dari Belanda dengan bantuan adipati Danureja, yang sejak mula setia pada Belanda.

Melalui surat yang dibuat pada tanggal 7 Maret 1860 yang berisi permintaan supaya ia menyerah dalam waktu 12 hari, pangeran Hidayat tidak akan menyerah dan ini dianggap sebagai pemberontakan terhadap Belanda. Karena kosongnya posisi sultan maka  kerajaan dihapus oleh pemerintahan Hindia Belanda. Muncul perlawanan di beberapa Daerah sehingga menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menghadapi kesulitan.

Pada tanggal 16 Juni 1860 Pangeran Hidayat bertempur selama seminggu di Ambarawang, kemudian terpaksa mundur karena persenjataan Belanda lebih kuat. Pada10 Juli pasukan Hidayat pindah karena mendapat pukulan dari Belanda. Sementara pasukan pangeran Antasari masih giat melakukan serangan terhadap pos pos Belanda.

Menyerahnya Kyai Demang Leman atas kemauannya sendiri pada Belanda tanggal 2 Oktober 1861 sedikit banyak memperlemah para pejuang. Pangeran Hidayat ditangkap dan diasingkan ke Jawa pada tanggal 3 Februari 1862. Sementara itu, pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan conntohnya dalam mempertahankan benteng di Gunung Tongka pada 8 November 1861. Pada 14 Maret 1862 rakyat mengangkat pangeran antasari sebagai pemimpin tertinggi. Ia meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di Hulu Teweh.

Kyai Demang Leman terus mengadakan perlawanan secara Gerilya di sekitar Martapura. Pada akhirnya Kyai Demang Leman dapat ditangkap pada 17 Februari 1864 dan dibawa ke Martapura dan dijatuhi hukuman gantung

  1. Akhir Perang

Putra-putra Pangeran Antasari, antara lain M. Seman tetap melanjutkan perjuangan ayahnya. H. Buyasin yang banyak berjasa dalam kerja sama dengan Pangeran Antasari, dan kiyayi Demang Leman akhirnya mengalami nasib yang malang juga. Pada 26 Januari 1866, ia ditembak oleh Pembakal buang yang menjadi alat pemerintah Hindia Belanda.

Sebagai penerus perlawanan, Gutsi Matsaid, Natawidjaya, Tumenggung Surapati, Tumenggung Naro dan Penghulu Rasyid. Namun, Perlawanan rakyat yang timbul di berbagai daerah itu pun tidak sekuat perlawanan pada masa Pangeran Antasari. Tumenggung Surapati mencoba menyerang benteng di Muara Teweh pada akhir tahun 1865, tetapi karena kekuatan pertahanan Belanda cukup besar, Maka usahanya tidak Berhasil. Lalu Pasukan Surapati di Benteng Kawatan pun menderita kekalahan sehingga mengundurkan diri.

Lalu, pada akhir Desember 1870 datang pasukan Belanda, dan Benteng Demang Wangkang di Durrahman didekati Pasukan Pemerintah Hindia Belanda. Terjadilah pertempuran dan Demang Wangkang menemui ajalnya.

Pada suatu ketika benteng diserang pasukan belanda, Pasukan Gusti Matseman terdesak sehingga terpaksa meloloskan diri dan benteng jatuh ke tangan Belanda. Perlawanan Gutsi Matseman dan rekan seperjuangannya berhenti setelah Gutsi Matseman gugur pada 1905. Dan Perlawanan rakyat Banjar pun lumpuh dan akhirnya padam tak  ada lagi pertempuran.

 

Daftar Pustaka

Poesponegoro, Marwati Djoened, 1993, SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV, Jakarta:Balai Pustaka

Semangat Juang Rakyat Jawa Melawan Belanda Dalam Perang Diponegoro

  1. Pendahuluan

Perang melawan penjajahan di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang berlangsung diantara tahun 1825 sampai dengan 1830, disebut juga perang Dionegoro, atau perang Jawa, dilatar belakangi oleh meletusnya kemarahan ratyat di hampair seluruh daerah Jawa. Perjuangan ini ditujukan pada kekuatan  asing, yaitu penguasa Hindia Belanda yang selalu ikut campur dalam urusan pemerintahan Yogyakarta. Yang menjadi pemimpin peperangan adalah putra Sultan Hamengku Buwono III dari selirnya yang bernama Pangeran Diponegoro.

  1. Latar Belakang

Munculnya Yogyakarta hasil  perjanjian Gianti (1755) antara raja Mataram dengan raja VOC. Hubungan yang berlangsung antara kekuasaan kerajaan Mataram di Jawa Tengah dengan kekuasaan VOC. Sejak abad ke 17 sampai menjelang perang Ponegoro membawa akibat makin merosotnya kekuasaan Bumi Putra tersebut. Daerah daerah pantai dianeksasi oleh Belanda seperti Kerawang, Semarang, Cirebon, Rembang, Jepara, Surabaya, Pasuruan, dan Madura. Oleh karenanya pusat Negara dipisahkan dari pantai kerajaan Mataram kebali ke dalam kegiatan agraris dan mulai melepaskan tradisi perdagangan-perlayaran. Kekuasaan raja yang kuat, sejak masa pemerintahan penggantinya terus menerus berkurang, sebaliknya wilayah kekuasaan kompeni Belanda seakin luas. Masalah-masalah penting dalam Negara seperti  penggantian tahta, pengangkatan pejabat tinggi Negara, tidak lepas dari pengawasan Belanda.  Dan Belanda diizinkan mendirikan benteng di dekat istana. Pengawasan Belanda atas istana tidak hanya dipermudah dengan adanya benteng tersebut, tetapi juga ditempatkannya serdadu-serdadu kompeni di dalam komplek istana. Oleh raja serdadu-serdadu tersebut dipandang sebagai kekuatan yang melindunginya.

Makin sempitnya wilayah Mataram dan berkurangnya kekuasaan raja membawa akibat makin sempitnya orientasi politik penguasa kerajaan makin diarahkan kedalam. Kelemahan bidang politik kemudian ditimbangi dengan kegiatan di bidang budaya, terutama dalam sastra, dengan tujuan untuk mempertegas jarak antara yang berkuasa dan rakyat umum.

Pada permulaan abad ke-19 pengaruh Benlanda pada kerajaan Surakarta dan Yogyakarta bertambah kuat. Di Yogyakarta, Dandels menuntut persamaan derajat dengan Sultan dalam upacara kunjungan resmi, seperti penghapusan menyajikan sirih oleh Sultan dan memperbolehkan Petinggi Belanda duduk sejajar dengan Raja.

Sebelum perang Diponegoro pecah terjadi kekalutan di istana pada masa pemeritahan Sultan Hamengkubuwono II (Sultan Sepuh). Beliau adalah nenek Pangeran Diponegoro. Banyak pegawai yang dipecat olehnya sehingga mereka meminta perlindungan pada ayah Pangeran Diponegoro. Dan Kanjeng Ratu Ajeng (Permaisuri Sultan Hamengkubuwono I) meninggalkan istana bersama Pangeran Diponegoro menuju Tegalrejo. Dan pada pemerintahan Sultan Hamengkubuwono III semakin mundur. Sultan Sepuh yang sudah turun tahta pun masih diperbolehkan untuk tinggal di istana. Dan akibatnya adalah adanya 2 kubu di istana, pendukung sultan sepuh dan pendukung sultan Raja. Diluar kehidupan istana pun terjadi banyak konflik, yang utama adalah kerajaan mengizinkan penyewaan tanah dan perkebunan swasta asing. Dan para rakyat hanya bergantung pada penghasilan yang didapat dari sewa tanah.

Kecintaan dan Kesetiaan rakyat Tegalrejo terhadap Diponegoro terlihat terutama saat pembuatan jalan melalui tanah makam leluhur Diponegoro.  Pemasangan tonggak jalan tersebut terjadi pada 20 Juli 1825. Para petani yang menyaksikan kejadian itu selalu berdiri dibelakang Pangeran Diponegoro. Tanda bahwa perang telah dimulai adalah bunyi meriam. Pada 20 Juli 1825 ±pukul 5 sore terdengar bunyi meriam yang mengejutkan rakyat Tegalrejo.

  1. Awal Mula Perang

Rakyat Tegalrejo membawa peralatan senjata yang ada, sedangkan pangeran Diponegoro dan Pangeran  Mangkubumi tetap duduk di Pendopo dan saling berdebat, dan Pangeran Diponegoro tetap bersikukuh untuk tidak meninggalkan Tegalrejo, dan dia berkata ‘apabila telah dikehendaki-Nya akan mati, beliau lebih senang mati diatas tanah pusaka neneknya. Namun akhirnya, pangeran Diponegoro setuju dan mereka pun meloloskan diri, Pangeran Diponegoro menaiki kuda kesayangannya ‘Gentayu’. Dan meloloskan diri ke Selarong. Semua harta benda, padepokan, dan Masjid peninggalan Kanjeng Ratu Ajeng pun terbakar.

Kejadian yang terjadi di daerah Selarong diantaranya :

  • Pangeran Adinegoro membawa 200 prajurit ke Selarong
  • Pangeran Diponegoro diangkat sebagai patih
  • Pangeran Suryenglogo ditugaskan melakukan perlawanan terhadap Belanda di sekitar Yogyakarta.
  • Pangeran Ontowiryo dan Danukusumo ditugaskan melakukan perlawanan di daerah Bagelen.
  • Pangeran Adiwinoto dan Mangundipuro ditugaskan melakukan perlawanan di daerah Kedu, dll
  1. Jalannya Perang

Berita insiden di Tegalrejo terdengar sampai di Pusat kekuasaan Belanda di Batavia. Lalu, terjadi peristiwa masuknya ulama dari desam Mojo ke dalam pasukan Diponegoro. Semboyan Perang Sabil pun disiarkan. Propaganda perang melawan Kafir pun dilakukan.

Peperangan pun mulai meningkat, pada permulaan perang, pasukan Diponegoro berhasil merebut beberapa daerah, seperti Pacitan dan Purwodadi. Kekuatan militer Belanda pun saat perang tersebut belum begitu besar. Daerah pertempuran pun semakin meluas. Misalnya di daerah Kedu terjadi pertempuran di desa Dinoyo. Perlawanan ini cukuo besar karena jumlah lawannya sekitar 2000 orang. Pasukan Pangeran Diponegoro pun meminta bantuan ke Selarong dan dikirimlah pasukan Prajurit Bulkiya. Bulkiya adalah nama salah satu kesatuan prajurit Diponegoro yang terkenal berani. Pasukan ini dipimpin oleh pasukan Haji Usman Alibasyah dan Haji Abdulkadir.

Di Selarong, Pangeran Diponegoro menerima surat dari Jenderal de Kock yang berisi tentang tujuan berlawanan. Disamping itu, de Kock berjanji akan memberi jaminan keamanan pada pengikut Diponegoro dan Mangkubumi apabila beliau bersedia menghentika peperangan dan mengdakan perundingan perdamaian.

Pada pertempuran di Semarang pada 11 September 1825 Pangeran Serang berhadapan dengan Belanda. Jendral de Cock mengerahkan seluruh pasukan Belanda. Namun Semarang akhirnya jatuh dan Pangeran Serang meloloskan diri ke daerah Sukowati.

Dalam pertempuran tanggal 9 Desember 1825, Madiun jatuh ke tangan Belanda. Dan Akhirnya, Pangeran Serang bersama Pangeran Sukur mundur ke Yogyakarta untuk menggabungkan diri dengan pasukan Diponegoro.

Lalu, Belanda tiba-tiba melakukan serangan umum ke Selarong dan ternyata pasukan Diponegoro telah memindahkan markas dari Selarong ke Dekso.

  1. Akhir Perang

Dalam pandangan Belanda, Sentot merupakan musuh yang berbahaya, sehingga Belanda mencari cara untuk mendekatinya sehingga membuat ia menyerah. Jendral de Kock mengirimkan surat pada tanggal 12 Februari 1829 kepada Sentot yang berisi upaya menghentikan perlawanan, tetapi Sentot menolaknya.

Kemudian pada tanggal 28 Juni 1829, Residen van Nes juga mengirim surat kepada Mangkubumi berisi saran agar Pangeran tersebut bersedia menghentikan perang, tetapi ditolak juga.

Pada tanggal 23 Juli 1829 Mangkubumi merasa bimbang karena seorang istri dan 3 anaknya menyerah pada Belanda.

Usaha Belanda membuahkan hasil pada tanggal 27 September 1829 saat Notodiningrat berhasil menemukan ayahnya (Mangkubumi) di desa Monopeti dan ia berhasil membujuk ayahnya untuk menyerah pada Residen van Nes.

Untuk mendekati Sentot lagi, Belanda menggunakan Pangeran Ario Prawirodiningrat (Bupati Madiun) yang masih kerabat Sentot. Pada tanggal 17 Oktober 1829 pendekatan yang dilakukan oleh Belanda berhasil dalam perundingan di Imogiri, dengan persetujuan syarat yang diajukan oleh Sentot, yaitu : Sentot diperbolehkan tetap memeluk agamanya (Islam), Pasukannya tidak dibubarkan, dan dia tetap menjadi pemimpinnya, ia dan seluruh anggota diperbolehkan menggunakan sorban.

Pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot dan Pasukannya memasuki ibukota Negara Yogyakarta untuk menyelamatkan diri.

Pada tanggal 16 Februari 1830 diadakan pertemuan antara Kolonel Cleerens dengan Diponegoro di Desa Romo Kalam. Dan Cleerens berjanji bahwa Diponegoro akan mendapatkan perlakuan jujur, dan apabila perundingan gagal ia dapat kembali ke medan perang.

Pada tanggal 25 Maret 1930 Jendral De Kock menginstruksikan kepada Cleerens untuk menangkap Diponegoro apabila perundingan gagal. Perundingan pada tanggal 28 Maret 1930 ternyata berakhir dengan kegagalan. Di rumah Residen Kedu itulah Diponegoro ditangkap. Dengan ditangkapnya Diponegoro yang merupakan pimpinan tertinggi, membuat perlawanan semakin menurun dan akhirnya berakhir.

Pada tanggal 30 April 1830, Diponegoro diasingkan ke Menado. Karena penjagaan di Menado dianggap kurang kuat maka pada tahun 1834 Diponegoro dipindahkan ke tempat pembuangan di Ujungpandang. Lalu ia wafat pada tanggal 8 Januari 1855 ditempat terakhir ia diasingkan.

 

Daftar Pustaka

Poesponegoro, Marwati Djoened, 1993, SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV, Jakarta:Balai Pustaka

HM Nasruddin Anshory CH,  , BANGSA INLANDER, Jakarta:LKIS

 

Perjuangan Titik Darah Penghabisan Rakyat Bali

  1. Latar Belakang

Bali yang pada saat itu dipimpin oleh Raja Dewa Agung Putra, berdasarkan perjanjiannya dengan Belanda pada tahun 1841, dinyatakan sebagai negeri yang bebas dari pengaruh kekuasaan Belanda (Kupernement). Namun, ada hak Kerajaan Bali yang sangat tidak disukai oleh Belanda, yaitu Hak Tawan Karang.

Hak tersebut menyatakan bahwa kerajaan Bali memiliki hak untuk merampas dan memiliki kapal yang terdampar di pantai karang beserta isinya, termasuk para penumpang kapal tersebut. Melalui hak tersebut, Kerajaan Buleleng pernah merampas kapal Belanda. Belanda menuntut agar kapalnya dikembalikan, tetapi raja Buleleng menolaknya.

  1. Kronologi Perang

Telah berulang kali kapal Belanda hendak dirampas, namun Belanda memprotes dan mengadakan perjanjian sehingga terbebas. Raja-raja Bali yang pernah diajak berunding ialah Raja Klungklung dan Raja Badung (1841); Raja Buleleng dan Raja Karangasem (1843). Akan tetapi, kesemuanya tidak diindahkan sehingga Belanda memutuskan untuk menggunakan kekerasan dalam usaha menundukkan Bali.

zzz

Pada tahun 1846, Belanda mengirim pasukan sebanyak 1.700 orang. Namun, serangannya dapat ditangkis oleh rakyat Buleleng.
Penolakan tersebut dijadi kan alasan oleh Belanda untuk menyerang Kerajaan Buleleng.

Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng, dibantu oleh para pejuang Karangasem, dan Klungkung melawan Belanda. Selama 2 hari Para Pemimpin, Prajurit, dan Rakyat Buleleng bertempur mati-matian. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibukota Singaraja dikuasai Belanda. Belanda terus mendesak dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. perjanjian perdamaian yang isinya antara lain sebagai berikut:

  • Benteng Kerajaan Buleleng agar dibongkar.
  • Pasukan Belanda ditempatkan di Buleleng.
  • Biaya perang harus ditanggung oleh Raja Buleleng.

Raja dan para Pejuang pura-pura menerima isi perjanjian itu. Di Jagaraga dibangun banteng pertahanan yangkuat bagaikan gelar-supit urang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar di pantai Kusumba Klungkung, tetap di rampas oleh Kerajaan. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karang asem mematuhi dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani.

Raja—raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Dan, Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng mengbangkang dan Patih I Gusti Ketut Jelantik terus memerkuat pasukannya. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap banteng Jagaraga dimulai. Namun, pasukan Buleleng dibawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu istrinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan gelar-supit urang. Sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Pada April 1849, telah datang kesatuan serdadu Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga. 15 April 1849, smeua kekuatan Belanda dikerahkan. 16 April 1849, semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Raja Buleleng diikuti I Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem tetapi mereka tertangkap dan terbunuh.

  1. Akhir Perang

Dengan gugurnya Patih Jelantik maka berhenti pulalah perlawanan Jagaraga terhadap pasukan Belanda. Dalam serangan ini, dengan mengadakan pertempuran selama sehari, Belanda telah berhasil memukul hancur pusat pertahanan dari laskar Jagaraga, sehingga secara politis benteng Jagaraga secara keseluruhan telah jatuh ke tangan pemerintah Kolonial Belanda pada tanggal 19 April 1849, Dan mulai saat itulah Belanda menguasai seluruh Bali Utara. Jatuhnya Benteng Jagaraga memengaruhi raja-raja yang lain untuk bersikap lemah. Pada tanggal 20 September 1906, Belanda menyerang Kerajaan Badung yang masih menggunakan Hak Tawan Karang. Keluarga kerajaan menyambut kedatangan Belanda dengan Perang Puputan, yaitu perang sampai tetes darah penghabisan.

Akhirnya pada awal abad ke-20, seluruh Kerajaan Bali dapat ditundukkan oleh Belanda.
Daftar Pustaka :